KONSEP PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT II

Titus, Smith, dan Nolan (1984: 11-12)
mendefinisikan filsafat sebagai:
1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal).
2. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat dijunjung tinggi (arti formal).
3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan (arti komprehensif).
4. Filsafat adalah analisis logis dari bahasa, serta penjelasan tentang arti kata dan konsep (arti analisis linguistik).
5. Filsafat adalah sekumpulan problematik yang langsung mendapat perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat (arti aktual-fundamental).

Filsafat berasal dari bahasa Yunani (philosophia) tersusun dari kata philos (cinta) atau philia yang berarti persahabatan, tertarik kepada; dan kata sophos yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi (Bagus,1996: 242). Philosophia, secara harfiah berarti mencintai kebijaksanaan. Kata kebijaksanaan juga dikenal dalam bahasa Inggris, wisdom. Mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep yang bermanfaat bagi peradaban manusia.

Suatu pengetahuan bijaksana akan mengantarkan seseorang mencapai kebenaran. Orang yang mencintai pengetahuan bijaksana adalah orang yang mencintai kebenaran. Cinta kebenaran adalah karakteristik dari setiap filsuf dari dahulu sampai sekarang. Filsuf dalam mencari kebijaksanaan, menggunakan cara berpikir sedalamdalamnya sehingga menghasilkan pengetahuan paling bijaksana atau setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan. (Surip, dkk., 2015: 93)

Istilah ‘philosophos’ pertama kali digunakan Pythagoras (572-497 SM) untuk menunjukkan dirinya sebagai pecinta kebijaksanaan, bukan kebijaksanaan itu sendiri. Selain Phytagoras, filsuf lain juga memberikan pengertian filsafat yang berbeda-beda. Berikut disampaikan beberapa pengertian filsafat menurut beberapa filsuf, antara lain:
1. Plato (427-347 SM), filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada atau ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
2. Aristoteles (384-322 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika atau filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda.
3. Marcus Tullius Cicero (106-43 SM), filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.

Pancasila dapat dikatakan sistem filsafat merujuk kepada beberapa alasan. Pertama, pada sidang BPUPKI, 1 Juni 1945, Soekarno memberi judul pidatonya “Philosofische Grondslag daripada Indonesia Merdeka” Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan hasil perenungan mendalam tokoh kenegaraan Indonesia yang bertujuan merumuskan dasar negara. Selain itu, hasil perenungan tersebut merupakan suatu sistem filsafat karena telah memenuhi ciri-ciri berpikir filsafat, meliputi:
1. Sistem filsafat harus bersifat koheren. Artinya, berhubungan satu sama lain secara runtut, tidak mengandung pernyataan yang saling bertentangan di dalamnya. Pancasila sebagai sistem filsafat, bagian-bagiannya tidak saling bertentangan, meskipun berbeda, bahkan saling melengkapi, dan tiap bagian mempunyai fungsi dan kedudukan tersendiri.
2. Sistem filsafat harus bersifat menyeluruh. Artinya, mencakup segala hal dan gejala yang terdapat di dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa merupakan suatu pola yang dapat mewadahi semua kehidupan dan dinamika masyarakat di Indonesia.
3. Sistem filsafat harus bersifat mendasar. Artinya, suatu bentuk perenungan mendalam yang sampai ke inti mutlak permasalahan sehingga menemukan aspek yang sangat fundamental. Pancasila sebagai sistem filsafat dirumuskan berdasarkan inti mutlak tata kehidupan manusia menghadapi diri sendiri, sesama manusia, dan Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
4. Sistem filsafat bersifat spekulatif. Artinya, buah pikir hasil perenungan sebagai praanggapan yang menjadi titik awal—yang menjadi pola dasar—berdasarkan penalaran logis, serta pangkal tolak pemikiran tentang sesuatu. Pancasila sebagai dasar negara pada permulaannya merupakan buah pikir dari tokoh-tokoh kenegaraan sebagai suatu pola dasar yang kemudian dibuktikan kebenarannya melalui suatu diskusi dan dialog panjang dalam sidang BPUPKI hingga pengesahan PPKI (Bakry, 1994: 13-15, dalam Paristiyanti, 2016).

Sastrapratedja menegaskan fungsi utama Pancasila menjadi dasar negara dan dapat disebut dasar filsafat adalah dasar filsafat hidup kenegaraan atau ideologi negara. Pancasila adalah dasar politik yang mengatur dan mengarahkan segala kegiatan yang berkaitan dengan hidup kenegaraan, seperti perundang-undangan, pemerintahan, perekonomian nasional, hidup berbangsa, hubungan warga negara dengan negara, hubungan antar-sesama warga negara, dan usaha-usaha untuk menciptakan kesejateraan bersama. Pancasila harus menjadi operasional dalam penentuan kebijakan-kebijakan dalam bidang-bidang tersebut di atas dan dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa dan negara (Sastrapratedja, 2001: 1).

Istilah Philosphische Grondslag dan Weltanschauung merupakan dua istilah yang sarat nilai-nilai filosofis. Driyarkara membedakan antara filsafat dan Weltanschauung. Filsafat lebih bersifat teoritis dan abstrak, yaitu cara berpikir dan memandang realita dengan sedalam-dalamnya untuk memperoleh kebenaran. Weltanschauung lebih mengacu pada pandangan hidup yang bersifat praktis. Driyarkara menegaskan bahwa Weltanschauung belum tentu didahului filsafat karena pada masyarakat primitif terdapat pandangan hidup (Weltanschauung) yang tidak didahului rumusan filsafat. Filsafat berada dalam lingkup ilmu, sedangkan Weltanshauung berada di dalam lingkungan hidup manusia, bahkan banyak pula bagian dari filsafat (seperti sejarah filsafat dan teori-teori tentang alam) yang tidak langsung terkait dengan sikap hidup (Driyarkara, tt: 27).

Pancasila sebagai dasar filsafat negara (Philosophische Grondslag), nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam sila-sila Pancasila mendasari seluruh peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. Artinya, nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan harus mendasari seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya, dalam Undang-Undang No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Pasal 3 ayat (a) berbunyi, ”Mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan”. Undang-undang tersebut memuat sila pertama dan sila kedua yang mendasari semangat pelaksanaan untuk menolak segala bentuk pornografi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan martabat kemanusiaan. Kemudian, Pancasila sebagai Weltanschauung. Artinya, nilai-nilai Pancasila itu merupakan sesuatu yang telah ada dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia, yang kemudian disepakati sebagai dasar filsafat negara (Philosophische Grondslag). Weltanschauung merupakan sebuah pandangan dunia (world-view). Hal ini menyitir pengertian filsafat oleh J. A. Leighton sebagaimana dikutip The Liang Gie, ”A complete philosophy includes a worldview or a reasoned conception of the whole cosmos, and a life-view or doctrine of the values, meanings, and purposes of human life” (The Liang Gie, 1977: 8). Ajaran tentang nilai, makna, dan tujuan hidup manusia yang terpatri dalam Weltanschauung itu menyebar dalam berbagai pemikiran dan kebudayaan Bangsa Indonesia (Paristiyanti, dkk., 2016:145-146).

Komentar