Kata hakikat, sebagaimana dijelaskan Surip, dkk. (2015: 107-109) adalah suatu
inti terdalam dari segala sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur tertentu dan yang
mewujudkan sesuatu itu sehingga terpisah dengan sesuatu yang lain dan bersifat
mutlak. Terkait dengan hakikat dalam sila Pancasila, dapat dipahami dalam tiga
kategori.
1. Hakikat abstrak yang mengandung unsur yang sama, tetap, dan tidak berubah. Haikat abstrak Pancasila merujuk pada kata ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Menurut bentuknya, Pancasila terdiri atas kata Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil yang dibubuhi awalan dan akhiran (Notonagoro, 1967: 39, dalam Surip, dkk., 2015).
2. Hakikat pribadi sebagai hakikat yang memiliki sifat khusus, artinya terikat kepada barang sesuatu. Hakikat pribadi Pancasila menunjuk kepada ciri khusus dalam sila Pancasila yang ada pada bangsa Indonesia, yaitu adat istiadat, nilai agama, nilai kebudayaan, sifat, dan karakter yang melekat pada bangsa Indonesia yang membedakan dari bangsa lain.
3. Hakikat konkret yang bersifat nyata sebagaimana dalam kenyataannya yang terletak pada fungsi Pancasila sebagai dasar filsafat negara. Dalam realisasinya, Pancasila adalah pedoman praktis, yaitu dalam wujud pelaksanaan praktis dalam kehidupan negara, bangsa, dan negara Indonesia yang sesuai dengan kenyataan sehari-hari, tempat, keadaan, dan waktu (Notonagoro, 1975: 58-61, dalam Surip, dkk., 2015).
Paristiyanti, dkk. (2016: 171) menjelaskan hakikat (esensi) Pancasila sebagai sistem filsafat terletak pada hal-hal sebagai berikut:
1. Pertama, hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan sebagai prinsip utama dalam kehidupan semua makhluk. Artinya, setiap makhluk hidup, termasuk warga negara, harus memiliki kesadaran yang otonom (kebebasan, kemandirian) di satu pihak dan berkesadaran sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang akan dimintai pertanggungjawaban atas semua tindakan yang dilakukan. Artinya, kebebasan dihadapkan pada tanggung jawab dan tanggung jawab tertinggi kepada Sang Pencipta.
2. Kedua, hakikat sila kemanusiaan menurut Notonagoro adalah manusia monopluralis, yang terdiri atas tiga monodualis, yaitu susunan kodrat (jiwa dan raga), sifat kodrat (makhluk individu dan makhluk sosial), kedudukan kodrat (makhluk pribadi yang otonom dan makhluk Tuhan).
3. Ketiga, hakikat sila persatuan terkait dengan semangat kebangsaan. Rasa kebangsaan terwujud dalam bentuk cinta tanah air yang dibedakan ke dalam tiga jenis menurut Daoed Joesoef (1987: 18-20, dalam Paristiyanti, 2016).
a. Tanah air real adalah bumi tempat orang dilahirkan dan dibesarkan, bersuka, dan berduka yang sehari-hari dialami secara fisik.
b. Tanah air formal adalah negara bangsa yang berundang-undang dasar; yang manusia Indonesia menjadi salah seorang warganya; yang membuat undangundang; menggariskan hukum dan peraturan; menata, mengatur, dan memberikan hak, serta kewajiban; mengesahkan atau membatalkan, memberikan perlindungan, dan menghukum; dan memberikan paspor atau surat pengenal lainnya.
c. Tanah air mental bukan bersifat teritorial karena tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, melainkan imajinasi yang dibentuk dan dibina oleh ideologi atau seperangkat gagasan vital.
4. Keempat, hakikat sila kerakyatan ada pada musyawarah. Keputusan yang diambil berdasarkan musyawarah mufakat, bukan membenarkan pendapat mayoritas tanpa peduli pendapat minoritas.
5. Kelima, hakikat sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu keadilan distributif, legal, dan komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan bersifat membagi dari negara kepada warga negara. Keadilan legal adalah kewajiban warga negara terhadap negara. Keadilan komutatif adalah keadilan antara sesama warga negara (Notonagoro dalam Kaelan, 2013: 402).
SILA PERTAMA (SILA KETUHANAN)
SILA KEDUA (SILA KEMANUSIAAN)
MONODUALIS
Monodualis artinya manusia mempunyai dua kedudukan, yaitu sebagai makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial.
SILA KETIGA (SILA PERSATUAN)
Rasa kebangsaan manusia Indonesia diwujudkan dalam bentuk cinta tanah air, yang dibedakan ke dalam tiga bagian menurut Daoed Joesoef (1987: 18-20).
1. Tanah air real adalah bumi tempat manusia Indonesia dilahirkan dan dibesarkan.
2. Tanah air formal adalah negara bangsa yang memiliki aturan hukum untuk warga negaranya.
3. Tanah air mental adalah imajinasi yang dibentuk dan dibina oleh ideologi atau seperangkat gagasan vital.
SILA KEEMPAT (SILA KERAKYATAN)
Keputusan yang diambil manusia Indonesia menekankan pada semangat musyawarah untuk mufakat, bukan membenarkan pendapat mayoritas tanpa peduli pendapat minoritas.
SILA KELIMA (SILA KEADILAN)
Keadilan dibagi menjadi tiga aspek menurut Notonagoro (dalam Kaelan 2013: 402)
1. Hakikat abstrak yang mengandung unsur yang sama, tetap, dan tidak berubah. Haikat abstrak Pancasila merujuk pada kata ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Menurut bentuknya, Pancasila terdiri atas kata Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil yang dibubuhi awalan dan akhiran (Notonagoro, 1967: 39, dalam Surip, dkk., 2015).
2. Hakikat pribadi sebagai hakikat yang memiliki sifat khusus, artinya terikat kepada barang sesuatu. Hakikat pribadi Pancasila menunjuk kepada ciri khusus dalam sila Pancasila yang ada pada bangsa Indonesia, yaitu adat istiadat, nilai agama, nilai kebudayaan, sifat, dan karakter yang melekat pada bangsa Indonesia yang membedakan dari bangsa lain.
3. Hakikat konkret yang bersifat nyata sebagaimana dalam kenyataannya yang terletak pada fungsi Pancasila sebagai dasar filsafat negara. Dalam realisasinya, Pancasila adalah pedoman praktis, yaitu dalam wujud pelaksanaan praktis dalam kehidupan negara, bangsa, dan negara Indonesia yang sesuai dengan kenyataan sehari-hari, tempat, keadaan, dan waktu (Notonagoro, 1975: 58-61, dalam Surip, dkk., 2015).
Paristiyanti, dkk. (2016: 171) menjelaskan hakikat (esensi) Pancasila sebagai sistem filsafat terletak pada hal-hal sebagai berikut:
1. Pertama, hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan sebagai prinsip utama dalam kehidupan semua makhluk. Artinya, setiap makhluk hidup, termasuk warga negara, harus memiliki kesadaran yang otonom (kebebasan, kemandirian) di satu pihak dan berkesadaran sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang akan dimintai pertanggungjawaban atas semua tindakan yang dilakukan. Artinya, kebebasan dihadapkan pada tanggung jawab dan tanggung jawab tertinggi kepada Sang Pencipta.
2. Kedua, hakikat sila kemanusiaan menurut Notonagoro adalah manusia monopluralis, yang terdiri atas tiga monodualis, yaitu susunan kodrat (jiwa dan raga), sifat kodrat (makhluk individu dan makhluk sosial), kedudukan kodrat (makhluk pribadi yang otonom dan makhluk Tuhan).
3. Ketiga, hakikat sila persatuan terkait dengan semangat kebangsaan. Rasa kebangsaan terwujud dalam bentuk cinta tanah air yang dibedakan ke dalam tiga jenis menurut Daoed Joesoef (1987: 18-20, dalam Paristiyanti, 2016).
a. Tanah air real adalah bumi tempat orang dilahirkan dan dibesarkan, bersuka, dan berduka yang sehari-hari dialami secara fisik.
b. Tanah air formal adalah negara bangsa yang berundang-undang dasar; yang manusia Indonesia menjadi salah seorang warganya; yang membuat undangundang; menggariskan hukum dan peraturan; menata, mengatur, dan memberikan hak, serta kewajiban; mengesahkan atau membatalkan, memberikan perlindungan, dan menghukum; dan memberikan paspor atau surat pengenal lainnya.
c. Tanah air mental bukan bersifat teritorial karena tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, melainkan imajinasi yang dibentuk dan dibina oleh ideologi atau seperangkat gagasan vital.
4. Keempat, hakikat sila kerakyatan ada pada musyawarah. Keputusan yang diambil berdasarkan musyawarah mufakat, bukan membenarkan pendapat mayoritas tanpa peduli pendapat minoritas.
5. Kelima, hakikat sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu keadilan distributif, legal, dan komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan bersifat membagi dari negara kepada warga negara. Keadilan legal adalah kewajiban warga negara terhadap negara. Keadilan komutatif adalah keadilan antara sesama warga negara (Notonagoro dalam Kaelan, 2013: 402).
SILA PERTAMA (SILA KETUHANAN)
- Bangsa Indonesia yakin bahwa Tuhan merupakan prinsip utama dalam kehidupan semua makhluk, termasuk warga negara dengan kesadaran otonom yang dimilikinya.
- Kebebasan tindakan manusia akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Tuhan
SILA KEDUA (SILA KEMANUSIAAN)
- Susunan kodrat (jiwa dan raga)
- Sifat kodrat (makhluk individu dan makhluk sosial)
- Kedudukan kodrat (makhluk pribadi yang otonom dan makhluk Tuhan)
MONODUALIS
Monodualis artinya manusia mempunyai dua kedudukan, yaitu sebagai makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial.
SILA KETIGA (SILA PERSATUAN)
Rasa kebangsaan manusia Indonesia diwujudkan dalam bentuk cinta tanah air, yang dibedakan ke dalam tiga bagian menurut Daoed Joesoef (1987: 18-20).
1. Tanah air real adalah bumi tempat manusia Indonesia dilahirkan dan dibesarkan.
2. Tanah air formal adalah negara bangsa yang memiliki aturan hukum untuk warga negaranya.
3. Tanah air mental adalah imajinasi yang dibentuk dan dibina oleh ideologi atau seperangkat gagasan vital.
SILA KEEMPAT (SILA KERAKYATAN)
Keputusan yang diambil manusia Indonesia menekankan pada semangat musyawarah untuk mufakat, bukan membenarkan pendapat mayoritas tanpa peduli pendapat minoritas.
SILA KELIMA (SILA KEADILAN)
Keadilan dibagi menjadi tiga aspek menurut Notonagoro (dalam Kaelan 2013: 402)
- Keadilan distributif adalah keadilan bersifat membagi dari negara kepada warga negara.
- Keadilan legal adalah kewajiban warga negara terhadap negara atau dinamakan keadilan bertaat.
- Keadilan komutatif adalah keadilan antara sesama warga negara
Komentar
Posting Komentar